Mengenal Sejarah makam Rejenu
Di wilayah desa Japan terdapat sebuah
makam seorang wali yang di banyak dikunjungi para peziarah baik dari masyarakat
sekitar maupun dari luar kabupaten kudus . Makam tersebut dianggap bertuah bagi
masyarakat pada umumnya. Banyak pendatang dari segala penjuru kota
berbondong-bondong berziarah di makam tersebut untuk berdoa dan bermunajad
kepada Allah dengan berbagai berbagai tujuan.
Dari sumber yang dapat di percaya, konon pada zaman dahulu sekitar tahun 1922 M ada 3 orang musafir dari arab sedang mencari makam leluhur. Mereka mencari makam tersebut mulai dari Banten, Cirebon, Pekalongan, Demak dan sampailah di Kudus. Tetapi belum juga menemukan apa yang mereka cari. Sampai suatu ketika mereka ingin mencarinya ke gunung muria mungkin ada, tetapi mereka kemalaman diperjalanan dan akhirnya beristirahat disebuah masjid di desa piji dan bertemu seorang kyai. Mereka berbincang-bincang tentang apa tujuan 3 orang musafir tersebut. Kemudian kyai tersebut menyarankan untuk mencarinya ke gunung muria, tetapi tetap tidak ada. Ada seorang laki-laki tua yang mengatakan bahwa di rejenu ada sebuah makam kuno tetapi tidak tahu makam siapa. Mendengar cerita tersebut, menjadikan 3 orang musafir sangat penasaran. Maka di carilah ke rejenu.
Di bawah pohon besar yang sangat tua itulah
terdapat makam kuno yang di anggap petuah. Kemudian di ambil tanah makam
tersebut oleh 3 orang musafir tersebut dengan membacakan takbir 3x.
Subhanaallah dengan bacaan takbir, 3 orang musafir tersebut mengetahui siapa
yang menghuni makam itu. Dan ternyata makam yang di ceritakan seorang laki-laki
tua itu adalah makam leluhurnya yang selama ini dicarinya.
Masyarakat sekitar biasa memanggilnya Syeh Sadli yang
berasal dari bahasa arab “ Syeh Khasan Sadzali”. Ternyata makam Syeh Sadzali
ratusan tahun lebih dulu ada dari pada makam Walisongo yang ada di Pulau Jawa.
Menurut juru kunci makam Rejenu, Syeh Sadzali adalah seorang guru dari Sunan
Muria Kangjeng Raden Umar Sa’id. Tetapi opini tersebut belum bisa di lacak
kebenarannya.
Tradisi di
makam Rejenu
Bukak Luwur
Makam Syeh Sadzali mulai ramai diziarahi masyarakat sekitar tahun 80an dan jalan menuju kesana pada waktu itu masih berupa semak-semak belukar. Lama kelamaan mulai dibangun jalan dan akhirnya dibuatkan rabat beton dan bisa dilalui kendaraan roda dua. Sehingga para peziarah bisa sampai ke makam tersebut dengan menggunakan jasa ojek. Seperti makam-makam wali yang lain, dimakam Syeh Sadzali terdapat sebuah tradisi yang di laksanakan setiap setahun sekali yaitu ‘Bukak Luwur’. Bukak luwur adalah tradisi mengganti selambu putih(mori) yang menyelimuti seluruh makam. bukak luwur Syeh Sadzali di laksanakan pada tanggal 25 Syura. Mengapa tanggal demikian???? Karena tanggal tersebut telah menjadi kesepakatan para tokoh masyarakat atas petunjuk dari para kyai/ulama’ besar. Pada acara khaul/bukak luwur tersebut diadakan berbagai kegiatan seperti halnya pengajian, khatam Al-Qur’an, tahlil, kenduren nasi tumpeng.
Uniknya kelambu atau kain putih bekas penutup makam
tersebut menjadi rebutan masyarakat karena untuk mendapatkan “berkah” dari wali
yang bersangkutan. Masyarakat meyakini bahwa atsar doa dari para
peziarah menempel pada kain luwur tersebut.
Air 3 Rasa
Selain terdapat makam Syeh Sadzali, di rejenu juga
terdapat 3 buah kolam kecil yang berisi air yang sangat jernih. Yang menjadikan
kolam itu beda adalah rasa yang berbeda-beda. Mengapa bisa demikian???
Sampai sekarang bukti yang jelas belum bisa di temukan. Tetapi menurut
alamiah kolam tersebut telah tercampur dengan getah dari akar pohon-pohon
yang ada di atasnya, sehingga bisa menimbukan rasa yang bermacam-macam.
|
Anehnya di samping air 3 rasa tersebut juga terdapat
air yang biasa digunakan untuk wudlu tetapi rasanya tawar.
Tradisi/kebiasaan masyarakat sekitar ataupun peziarah
yang datang ke rejenu tidak afdhol jika tidak mencicipi atau mengambil air 3
rasa tersebut. Menurut kepercayaan, air tersebut berkhasiat menyembuhkan segala
penyakit. Yang paling hebatnya air tersebut tidak pernah habis walaupun pada musim
kemarau, dan jika diambil airnya rasanya tidak akan pernah hilang sampai
berbulan-bulan. Tetapi semua hanya tergantung niat dan kepercayaan
masing-masing kepada Allah SWT yang telah menciptakan segalanya di dunia ini.
Kita patut bersyukur atas segala apa yang telah diberikan kepada kita semua.
1 komentar:
lokasi nya di mana?
Posting Komentar